Kisah Pendiri Sritex: Dari Kios Pasar Klewer ke Raksasa Tekstil

by -1485 Views

Jakarta, TERBITINDO.COM – PT Sri Rejeki Isman Tbk atau Sritex dikenal sebagai salah satu perusahaan tekstil terbesar di Asia Tenggara. Perusahaan ini bahkan dipercaya memasok seragam militer untuk North Atlantic Treaty Organization (NATO) dan Jerman. Namun, siapa sebenarnya sosok di balik berdirinya Sritex?

Sritex berakar dari usaha kecil bernama UD Sri Redjeki yang didirikan oleh Haji Muhammad Lukminto pada tahun 1966 di Pasar Klewer, Solo. Ia mengawali perjalanan bisnisnya dengan berdagang kain di pasar tradisional sebelum akhirnya berhasil mengembangkan perusahaannya ke skala industri.

Lukminto lahir dengan nama Ie Djie Shien pada 1 Juni 1946 di Kertosono, Nganjuk, Jawa Timur. Ia berasal dari keluarga Tionghoa dan sempat putus sekolah akibat kebijakan pemerintah pasca insiden G-30-S/PKI. Setelah itu, ia mengikuti jejak kakaknya, Emilia, berdagang kain di Pasar Klewer.

Dengan modal awal Rp 100.000 dari orang tuanya, ia mulai membeli kain belaco dari Semarang dan Bandung untuk dijual kembali. Berkat kegigihannya, pada 1967 ia berhasil memiliki dua kios di Pasar Klewer dan terus memperbesar usahanya.

Pada 1968, Lukminto membuka pabrik cetak pertamanya di Solo. Empat tahun kemudian, pada 1972, ia mengambil langkah besar dengan mendirikan pabrik di Semanggi, Solo. Puncaknya, pada 1982, ia mendirikan pabrik tenun pertamanya dengan nama PT Sri Rejeki Isman atau Sritex di Desa Jetis, Sukoharjo. Perusahaan ini berkembang pesat dengan empat lini produksi utama: pemintalan, penenunan, penyelesaian, dan garmen.

Menembus Pasar Internasional

Sritex mulai dikenal di tingkat internasional setelah pada 1994 mendapatkan kepercayaan untuk memproduksi seragam militer bagi pasukan NATO. Dengan sertifikasi dari organisasi pertahanan Atlantik Utara, Sritex kini telah menyuplai seragam militer untuk lebih dari 33 negara di dunia.

Keberhasilannya di industri tekstil membuat Lukminto menerima berbagai penghargaan, termasuk dari Presiden Soeharto pada 3 Maret 1992 serta penghargaan dari Museum Rekor Indonesia (MURI) pada 2007.

Namun, perjalanan hidupnya berakhir pada 5 Februari 2014. Lukminto meninggal dunia di Rumah Sakit Mount Elizabeth, Singapura, akibat sakit yang dideritanya. Ia meninggalkan warisan besar dalam industri tekstil dan keluarga yang terus melanjutkan usahanya.

Setelah kepergian Lukminto, kepemimpinan Sritex diteruskan oleh anak-anaknya. Iwan Setiawan Lukminto sempat menjabat sebagai direktur utama hingga 2021, sebelum digantikan oleh adiknya, Iwan Kurniawan Lukminto. Hingga kini, keluarga Lukminto tetap memegang peran penting dalam pengelolaan perusahaan, termasuk istri Iwan Kurniawan, Mira Christina Setiady, yang menjabat sebagai direktur operasional.

Sritex yang bermula dari sebuah kios kecil di Pasar Klewer kini telah menjelma menjadi raksasa tekstil, membuktikan bahwa kerja keras dan ketekunan dapat membawa sebuah usaha ke tingkat global.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

No More Posts Available.

No more pages to load.