Jakarta, TERBITINDO.COM – Program Makan Bergizi Gratis (MBG) kini telah memasuki masa uji coba yang dikoordinasikan oleh Badan Gizi Nasional (BGN) di 80 titik yang tersebar di seluruh Indonesia.
Program ini ditargetkan untuk memasuki fase perluasan pada 2 Januari 2025, dengan cakupan di seluruh provinsi.
Staf Ahli Kepala BGN, Ikeu Tanziha, menyatakan bahwa hasil dari uji coba ini akan menjadi tolok ukur dalam penyusunan standar operasional di berbagai unit layanan gizi.
Ikeu mengakui, pihaknya telah melakukan uji coba di 80 titik yang melibatkan berbagai unit pelayanan, seperti dapur umum dan layanan gizi mobile, dengan prioritas di sekolah dan komunitas.
“Alhamdulillah, program berjalan lancar dan menjadi bekal untuk perluasan di tahun depan,” ujarnya dalam Dialog Forum Merdeka Barat 9 (FMB9) bertema ‘Makan Bergizi Gratis: Dari Sini Kita Mulai!’, Senin (4/11/2024).
BGN berencana mendirikan lebih banyak unit layanan di berbagai daerah untuk memastikan makanan bergizi tepat sasaran, mencakup siswa sekolah hingga kelompok rentan lainnya.
Tahap awal dari program ini menargetkan 15 hingga 20 juta anak di seluruh Indonesia, dengan anggaran yang dialokasikan sebesar Rp71 triliun dari RAPBN 2025.
BGN juga berencana mengintegrasikan kolaborasi dengan UMKM dan sektor swasta dalam penyediaan bahan pangan bergizi lokal.
Menurut dia, keterlibatan UMKM lokal sangat penting agar dana yang dialokasikan juga dapat berdampak pada ekonomi daerah.
“Kami ingin memastikan bahan makanan yang diberikan tidak hanya memenuhi standar gizi, tetapi juga mendukung ketahanan pangan nasional.”
Untuk memastikan kelancaran distribusi, BGN bekerja sama dengan Kodim di berbagai wilayah, yang memiliki peran strategis dalam membantu penyaluran di daerah terpencil dan 3T (Terdepan, Terluar, dan Tertinggal).
Selain siswa sekolah, program ini juga menargetkan ibu hamil, ibu menyusui, dan balita, dengan dapur umum yang mampu melayani 2.500 hingga 3.000 anak per unit layanan.
Keberhasilan program ini akan dievaluasi secara berkala menggunakan indikator kesehatan seperti tinggi dan berat badan anak, yang diukur oleh tenaga gizi di setiap unit pelayanan.
Evaluasi ini akan melibatkan berbagai instansi, seperti Puskesmas dan sekolah, dengan pengawasan dari BPOM untuk memastikan standar keamanan pangan.
“Kami bekerja sama dengan Dinas Kesehatan dan Puskesmas dalam mengevaluasi nutrisi anak serta memberikan edukasi tentang pola hidup bersih dan sehat. Langkah ini dilakukan agar kualitas program terjaga dan manfaatnya optimal,” tegas Ikeu.
Program ini juga menghadapi tantangan, terutama terkait keberlanjutan pasokan pangan dan pengawasan implementasi di lapangan.
Selain itu, ada tantangan dalam menyesuaikan menu dengan preferensi budaya lokal.
“Kami pastikan standar gizinya tetap terjaga, sementara menu disesuaikan dengan budaya setempat, seperti penggunaan bahan pokok lokal,” jelas Ikeu.
Dengan program makan bergizi gratis ini, pemerintah berharap tidak hanya menciptakan generasi yang sehat dan cerdas, tetapi juga mengurangi ketergantungan pada impor pangan dengan memaksimalkan hasil pertanian lokal.
Dukungan lintas sektor diharapkan dapat memastikan keberlanjutan program ini, melibatkan pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat luas.
Dengan kolaborasi yang semakin kuat, Indonesia berada di jalur yang tepat untuk meningkatkan kualitas gizi masyarakat dan mengentaskan kemiskinan gizi. Program ini adalah investasi jangka panjang yang akan memperkuat generasi penerus bangsa.***