Kriminalisasi Pemuda Adat Poco Leok: Suara Damai yang Dibungkam Negara

by -202 Views

Jakarta, TERBITINDO.COM – Empat pemuda adat dari Poco Leok, Manggarai, NTT, yang menyuarakan penolakan terhadap proyek Geothermal Ulumbu kini harus menghadapi proses hukum.

Aksi damai mereka pada 3 Maret 2025 justru berujung pada tuduhan kriminalisasi. Kini, laporan pun diajukan ke Mabes Polri, Kompolnas, dan LPSK untuk meminta perlindungan dan keadilan.

Diketahui,  Koalisi Advokasi Poco Leok resmi melaporkan dugaan kriminalisasi terhadap empat Pemuda Adat dari Komunitas Masyarakat Adat Poco Leok, Manggarai, Nusa Tenggara Timur (NTT), kepada Markas Besar Polri, Kompolnas, dan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).

Keempatnya sebelumnya terlibat dalam aksi damai menolak proyek Geothermal Ulumbu di depan Kantor Bupati Manggarai pada 3 Maret 2025.

Kuasa hukum dari Koalisi Advokasi Poco Leok, Judianto Simanjuntak, mengungkapkan bahwa laporan ditujukan kepada Inspektorat Pengawasan Umum (Itwasum) Polri dan Kompolnas.

Tuduhan yang dialamatkan kepada para pemuda adat berkaitan dengan dugaan perusakan pagar Kantor Bupati Manggarai, sebagaimana tercantum dalam Laporan Polisi Nomor: LP/B/77/III/2025/SPKT/RES MANGGARAI/POLDA NTT.

Saat ini, kasusnya telah memasuki tahap penyidikan oleh Satuan Reskrim Polres Manggarai.

Judianto menegaskan bahwa langkah hukum ini mencerminkan pola berulang kriminalisasi terhadap masyarakat adat yang memperjuangkan hak atas ruang hidup.

Ia menilai tindakan ini sebagai bentuk penyalahgunaan wewenang oleh aparat penegak hukum untuk membungkam aspirasi warga.

“Ini bukan penegakan hukum, tapi bentuk represi negara,” ujarnya dalam rilis yang diterima media ini, Selasa, (22/04/2025).

Ia mengatakan, Poco Leok menjadi contoh mutakhir bagaimana hukum bisa digunakan untuk mengintimidasi, bukan melindungi.

Adapun Koalisi meminta Mabes Polri untuk segera menghentikan proses penyidikan melalui penerbitan SP3 dan mendesak Kompolnas mengeluarkan rekomendasi yang sama.

Harapannya, proses hukum yang tidak adil ini bisa dihentikan sebelum status tersangka resmi ditetapkan.

Laporan kepada Itwasum Polri telah diterima melalui bagian Sekretariat Umum Mabes Polri, sementara Kompolnas menyatakan laporan tersebut akan dipelajari sebagai bagian dari tindak lanjut pengaduan.

Proses ini diharapkan memberi jalan pada upaya keadilan bagi pemuda adat yang terlibat.

LPSK Dilibatkan

Selain kepada institusi penegak hukum, permohonan perlindungan juga diajukan ke LPSK.

Yulianto Behar Nggali Mara, kuasa hukum lainnya yang juga pengacara publik dari Jaringan Advokasi Tambang (JATAM), menegaskan pentingnya peran LPSK dalam memberikan perlindungan menyeluruh dan pendampingan hukum kepada para pemuda adat yang dikriminalisasi.

“LPSK harus hadir melindungi hak konstitusional warga,” ujar Yulianto.

Ia menambahkan bahwa permohonan telah disampaikan langsung kepada komisioner, dan LPSK menyatakan keseriusan dalam mengawal kasus ini.

Judianto menekankan pentingnya respons cepat dari Mabes Polri, Kompolnas, dan LPSK karena Polres Manggarai telah menyebut dua calon tersangka dalam kasus tersebut, sebagaimana diberitakan media lokal belum lama ini.

Penetapan tersangka akan menjadi preseden buruk bagi sistem hukum Indonesia.

“Pemuda Adat Poco Leok bukan kriminal, mereka hanya menyuarakan hak atas tanah dan ruang hidupnya,” tegas Judianto.

Negara seharusnya hadir untuk melindungi, bukan menjadi ancaman terhadap warganya sendiri.

Koalisi menyatakan bahwa tindakan ini mencederai prinsip negara hukum dan bertentangan dengan Konstitusi, UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, serta berbagai instrumen internasional yang menjamin hak masyarakat adat atas wilayah dan kehidupan yang layak. (Ns)