Jakarta,TERBITINDO.COM – Kebijakan tarif impor tinggi yang diterapkan Presiden AS Donald Trump memicu kekhawatiran global. Indonesia, dengan ekspor yang sangat bergantung pada pasar AS, kini menghadapi ancaman nyata pada sektor industri padat karya. Dari alas kaki hingga elektronik, guncangan ekonomi mulai terasa.
Babak Baru Perang Dagang: AS Naikkan Tarif, Indonesia Terimbas
Presiden AS Donald Trump resmi menetapkan tarif impor baru dengan basis 10% untuk seluruh negara, dan tambahan tarif resiprokal yang bervariasi. Indonesia sendiri dikenai tarif setinggi 32%. Kebijakan ini tidak hanya mempersulit jalur ekspor, namun juga menjadi tantangan berat bagi pelaku industri dan pemerintah.
Tarif baru ini menjadikan harga barang impor lebih mahal di pasar AS. Tujuannya jelas: melindungi produsen domestik, menciptakan lapangan kerja, dan mendorong produksi dalam negeri. Bagi Trump, langkah ini adalah strategi jangka panjang demi kemandirian industri AS—meski konsekuensinya, harga barang melonjak dalam negeri.
Efek Domino ke Ekonomi Negeri Paman Sam
Trump mungkin menjanjikan harga yang menurun, namun realita di lapangan berbanding terbalik. Konsumen di AS dihadapkan pada harga barang yang kian tinggi. Perusahaan pun merasa tercekik karena harus menanggung beban biaya tambahan akibat tarif.
Neil Bradley dari Kamar Dagang Amerika menyebut kebijakan ini sebagai “kenaikan pajak” yang akan merugikan ekonomi AS. Para ekonom bahkan memperkirakan risiko stagflasi—situasi pelik dengan kombinasi inflasi tinggi, pengangguran, dan pertumbuhan ekonomi yang stagnan—bisa jadi kenyataan.
Kekhawatiran Global: Gelombang Tsunami Ekonomi
Dunia pun tidak tinggal diam. Dekan Universitas Shizuka, Seijiro Takeshita menyebut dampak kebijakan Trump ini seperti “tsunami setelah gempa.” Jepang, dengan 20% ekspornya ke AS, mengkhawatirkan efek global dari stagflasi yang bisa merembet ke seluruh dunia.
Kebijakan ini juga mengingatkan pada era Depresi Besar di 1930-an, saat AS juga menaikkan tarif secara agresif melalui UU Smoot-Hawley. Bukannya melindungi ekonomi, dunia justru memasuki krisis berkepanjangan.
Indonesia di Pusaran Krisis
Indonesia termasuk salah satu negara yang paling terdampak. Pemerintah kini tengah menghitung ulang seberapa besar dampaknya terhadap sektor ekspor unggulan seperti elektronik, tekstil, alas kaki, karet, dan produk laut.
Ekonom INDEF Eisha Rachbini menekankan risiko trade diversion—pergeseran pasar dari biaya rendah ke biaya tinggi—akan membuat pelaku usaha tercekik biaya produksi. Akibatnya, ekspor melambat, produksi terhambat, dan lapangan kerja terancam.
Risiko Resesi: Rupiah Tertekan, PHK Mengintai
Bhima Yudhistira dari Celios memperingatkan bahwa kebijakan Trump bisa memicu resesi di Indonesia, khususnya di kuartal IV 2025. Didin S Damanhuri pun menambahkan bahwa tekanan pada rupiah makin kuat, dan bisa tembus Rp 17.000/US$.
Sementara itu, Wijayanto Samirin menyoroti risiko perlambatan ekonomi global yang bisa memaksa investor untuk “fly to quality”—memilih aset aman dan meninggalkan pasar negara berkembang seperti Indonesia. Refinancing utang pun jadi tantangan baru.
Dunia Usaha Berteriak: Daya Saing Terkikis
Ketua Umum APINDO Shinta Kamdani menegaskan bahwa sektor ekspor berbasis industri kini berada di bawah tekanan. Biaya produksi meningkat, daya saing menurun. Terutama bagi sektor tekstil, furnitur, elektronik, hingga olahan nikel.
Pahala Mansury dari KADIN menekankan pentingnya negosiasi ulang. Menurutnya, angka tarif 64% dari AS perlu dikaji ulang karena versi perhitungan nasional menunjukkan angka yang jauh lebih rendah. KADIN siap mendukung pemerintah untuk meraih kesepakatan tarif yang lebih adil.
Berikut grafik nilai ekspor Indonesia ke AS untuk 10 komoditas utama yang paling terdampak:
No | Komoditas | Nilai Ekspor (US$) |
1 | Mesin & Perlengkapan Elektrik | 4,18 miliar |
2 | Pakaian Rajutan | 2,48 miliar |
3 | Alas Kaki | 2,39 miliar |
4 | Pakaian Non-Rajutan | 2,12 miliar |
5 | Lemak & Minyak Hewani/Nabati | 1,78 miliar |
6 | Karet dan Produk Turunannya | 1,685 miliar |
7 | Furnitur & Alat Penerangan | 1,432 miliar |
8 | Ikan dan Udang | 1,09 miliar |
9 | Mesin & Peralatan Mekanis | 1,01 miliar |
10 | Olahan Daging & Ikan | 788 juta |
Kebijakan proteksionis Trump telah memicu badai baru dalam hubungan perdagangan global.
Bagi Indonesia, ini adalah alarm keras untuk segera melakukan diplomasi perdagangan, diversifikasi pasar, dan mendorong efisiensi industri ekspor. Jika tidak, ancaman resesi dan gelombang PHK hanya tinggal menunggu waktu. (Tere)