Jakarta, TERBITINDO.COM – BPJS Kesehatan menghadapi ancaman defisit yang kian membesar. Ketua Dewan Pengawas BPJS Kesehatan, Abdul Kadir, mengungkapkan tiga faktor utama yang berkontribusi terhadap kondisi ini, mulai dari peningkatan beban pasca-Covid-19, rendahnya tingkat keaktifan peserta, hingga belum optimalnya penanganan fraud.
Menurut Abdul Kadir, pasca-pandemi terjadi rebound effect yang menyebabkan lonjakan pemanfaatan layanan kesehatan di rumah sakit dan klinik. Selain itu, perubahan pola tarif Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) sebagaimana diatur dalam Permenkes Nomor 3 Tahun 2023 turut memengaruhi keseimbangan keuangan BPJS.
Faktor kedua adalah rendahnya tingkat keaktifan peserta BPJS. Data per 31 Desember 2024 menunjukkan bahwa 55 juta peserta tercatat tidak aktif. “Masih banyak peserta yang tidak membayar iuran, sehingga berdampak pada pemasukan dan berpotensi menyebabkan defisit,” jelasnya dalam rapat kerja Komisi IX DPR bersama Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (11/2/2025).
Sementara itu, faktor ketiga adalah penanganan fraud yang belum optimal. Abdul Kadir menegaskan bahwa praktik kecurangan dalam layanan kesehatan turut memperburuk kondisi keuangan BPJS Kesehatan.
Dengan defisit yang telah mencapai Rp 12,83 triliun sepanjang Januari–Oktober 2024, opsi kenaikan iuran peserta JKN menjadi langkah yang tengah dipertimbangkan guna menjaga keberlanjutan program ini. (Enjo)