Jakarta, TERBITINDO.COM – Tahun ajaran baru di DKI Jakarta akan menghadirkan perubahan besar dengan bergulirnya program sekolah swasta gratis.
Namun, pertanyaan muncul: bagaimana nasib Kartu Jakarta Pintar Plus (KJP Plus) di tengah kebijakan ini?
KJP Plus adalah bantuan pendidikan dari APBD Jakarta bagi siswa kurang mampu, mencakup tunjangan pendidikan hingga biaya sekolah swasta.
Dalam perkembangan terbaru, Ketua DPRD DKI Jakarta Khoirudin memastikan bahwa KJP Plus tetap ada, tetapi fokusnya bergeser.
Kini, bantuan tersebut lebih difokuskan untuk kebutuhan tambahan seperti seragam, sepatu, topi, hingga peralatan sekolah lainnya.
Khoirudin menyampaikan melalui laman DPRD DKI Jakarta pada Rabu (4/12/2024), bahwa sebenarnya komponen KJP ditujukan untuk biaya sekolah.
Namun, karena sekolah sudah gratis, KJP kini hanya digunakan untuk membeli perlengkapan sekolah seperti sepatu, kaos kaki, celana, baju, topi, dasi, dan lainnya.
Regulasi Masih Jadi PR Utama
Untuk mendukung program Sekolah Swasta Gratis, DPRD DKI Jakarta telah mengalokasikan anggaran sebesar Rp2,3 triliun.
Namun, regulasi pelaksanaan masih menjadi tantangan utama. Menurut Khoirudin, revisi terhadap Peraturan Daerah (Perda) Nomor 8 Tahun 2006 tentang Sistem Pendidikan menjadi langkah krusial agar kebijakan ini memiliki dasar hukum yang kokoh.
Khoirudin menyampaikan bahwa yang membutuhkan waktu adalah persiapan regulasinya.
Ia menjelaskan bahwa dananya sudah siap, telah ada kesepakatan di antara pihak eksekutif, dan tidak ada masalah.
Ia berharap regulasi tersebut dapat segera selesai sehingga program bisa dilaksanakan pada Juli mendatang.
Dengan revisi tersebut, DPRD DKI Jakarta berharap kualitas pendidikan di sekolah negeri maupun swasta dapat setara, memberikan peluang yang lebih merata bagi seluruh siswa.
Latar Belakang Program Sekolah Swasta Gratis
Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta, Ima Mahdiah, mengungkapkan bahwa program ini lahir dari masalah akses pendidikan.
Banyak siswa gagal masuk sekolah negeri karena sistem zonasi atau batasan usia.
Akibatnya, mereka terpaksa memilih sekolah swasta yang berbayar, sementara sebagian tidak mendapat KJP.
Hal ini menciptakan kesulitan finansial, hingga beberapa siswa putus sekolah atau ijazah mereka tertahan karena tunggakan.
Ima menyatakan bahwa hal seperti itu perlu diubah karena masih banyak penerima KJP yang tidak tepat sasaran.
Ia menambahkan bahwa beberapa penerima menggunakan KJP bukan untuk kebutuhan sekolah, melainkan untuk keperluan lain.
Oleh karena itu, menurutnya, penting untuk meninjau kembali alasan pengusulan sekolah gratis.
Fokus di Kawasan Padat Penduduk
Program ini dirancang untuk sekolah-sekolah swasta yang berada di kawasan padat penduduk, tempat banyak masyarakat kurang mampu tinggal.
Ima menegaskan bahwa lokasi sekolah swasta gratis akan diprioritaskan di wilayah dengan tingkat kebutuhan tinggi.
Ia mengatakan, yang pasti pertama, sekolah tersebut memang wilayah sekolah swasta di padat penduduk, yang kondisi wilayahnya banyak orang susahnya.
Kedua, jelas Ima, tidak ada orang mampu yang sekolah di tempat tersebut, itu yang jadi prioritas. (albert)