Umat Katolik Vietnam Dilema, Mempertahankan Iman atau Menjaga Keutuhan Keluarga 

by -156 Views
Umat Katolik di Vietnam

Jakarta, TERBITINDO.COM – Di balik senyum dan harmoni keluarga, umat Katolik di Vietnam menghadapi dilema berat: mempertahankan iman atau menjaga keutuhan keluarga.

Kisah mereka mengungkap perjuangan batin yang tak terlihat, namun menyimpan kekuatan luar biasa dalam mempertahankan keyakinan.

Umat Katolik menabuh genderang dalam upacara penyambutan di Katedral Hanoi, sebuah momen istimewa yang berlangsung saat kunjungan pastoral Kardinal Fernando Filoni, prefek Kongregasi Evangelisasi, pada 20 Januari 2015.

Momen ini tidak hanya menjadi perayaan iman, tetapi juga cerminan bagaimana komunitas ini terus merawat keyakinannya meski di tengah tantangan.

“Umat Katolik bisa mengadakan dialog antaragama untuk menghilangkan kesalahpahaman tentang iman kita,” ujar seorang umat, menegaskan pentingnya komunikasi lintas kepercayaan.

Dialog menjadi salah satu jembatan untuk membangun pemahaman dan saling menghormati di tengah masyarakat yang beragam.

Namun, tidak setiap konversi iman berakhir dengan hasil yang menggembirakan. Konflik dengan keluarga sering menjadi bayang-bayang suram bagi mereka yang memilih Kristus.

“Orang tua saya sering memukuli saya untuk melarang saya pergi ke gereja; saya bahkan tidak ingat berapa kali,” kenang Rita Ha An, menggambarkan masa kecilnya yang penuh tekanan.

Ancaman pun pernah menjadi bagian dari hidupnya. Ayah Ha An dengan tegas mengancam akan memotong kakinya jika ia tetap pergi ke gereja, sementara sang ibu memaksanya untuk memilih antara keluarganya atau imannya kepada Kristus.

Sebuah pilihan yang menghancurkan bagi seorang anak.

Kini, di usia 36 tahun, Ha An adalah ibu dari seorang putra berusia dua tahun.

Kisah hidupnya menyentuh banyak hati, membawa pesan keberanian dan keteguhan iman.

Dengan cara yang penuh kreativitas, ia menyembunyikan rosarionya di dalam kemasan lipstik agar tidak terdeteksi, mengingatkan kita pada kisah umat beriman Jepang selama periode Tokugawa.

“Saya percaya umat Katolik dapat melakukan lebih banyak upaya dalam dialog antaragama untuk menghilangkan kesalahpahaman tentang iman kita,” kata Maria T. Le, yang suaranya penuh harapan.

Baginya, dialog adalah kunci untuk menciptakan harmoni di tengah perbedaan.

Maria memiliki suami yang menghormati pilihannya untuk tetap beriman.

Suaminya bahkan bersedia mengantarnya ke Misa, meskipun ia masih ragu untuk membiarkan anak-anak mereka dibaptis.

Keraguan ini menjadi tantangan tersendiri bagi Maria dalam menjalankan kehidupannya sebagai seorang istri dan ibu.

“Saya berusaha hari demi hari untuk mendekatkan dia pada firman Tuhan melalui gaya hidup, sikap, dan perilaku saya. Saya percaya Tuhan punya rencana untuk keluarga saya, dan saya tidak keberatan memikul salib di sepanjang jalan itu,” katanya sambil tersenyum, mencerminkan keyakinan yang tak tergoyahkan. (Wawan)