Jakarta, TERBITINDO.COM – Di tengah upaya meningkatkan akses pendidikan tinggi bagi masyarakat kurang mampu, Kartu Indonesia Pintar-Kuliah (KIP-K) muncul sebagai angin segar.
Program ini memberikan bantuan biaya perkuliahan sekaligus biaya hidup bagi mahasiswa dari keluarga miskin atau rentan miskin.
Namun, di balik niat baik tersebut, masih ada tantangan besar terkait ketepatan sasaran penerima.
Program KIP-K diatur dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 10 Tahun 2020 serta berlandaskan pada Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi.
Tujuan utamanya adalah memberikan kesempatan kepada mahasiswa berpotensi akademik untuk melanjutkan pendidikan tanpa terkendala masalah ekonomi.
Selain itu, program ini mencakup bantuan biaya hidup yang disesuaikan dengan kebutuhan mahasiswa.
Meski terlihat menjanjikan, pelaksanaan program ini sering kali menghadapi kendala dalam menyalurkan bantuan kepada pihak yang benar-benar membutuhkan.
Syarat Ketat, Namun Masih Banyak Celah
Untuk menjadi penerima KIP-K, mahasiswa diwajibkan memenuhi sejumlah syarat ketat.
Mereka harus membuktikan bahwa berasal dari keluarga miskin atau rentan miskin dengan dokumen seperti Kartu Indonesia Pintar (KIP), bukti terdaftar di Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS), atau data Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem (PPKE).
Jika dokumen tersebut tidak ada, Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) atau bukti penghasilan orang tua bisa menjadi alternatif.
Namun, meskipun syarat administratif ini sudah dibuat cukup ketat, pelaksanaannya sering tidak berjalan mulus.
Salah satu kelemahannya adalah mudahnya memperoleh SKTM di beberapa daerah.
Dokumen ini dapat dimanipulasi oleh pihak-pihak tertentu sehingga individu yang sebenarnya tidak memenuhi kriteria tetap dapat menerima bantuan.
Selain itu, pendaftaran dan verifikasi KIP-K dilakukan secara online tanpa pemeriksaan langsung, yang membuka peluang penyalahgunaan.
Kasus Viral: Gaya Hidup Mewah Penerima KIP-K
Masalah ini pernah mencuat di media sosial ketika seorang mahasiswi influencer yang kerap memamerkan barang mewah, seperti gadget mahal dan barang branded, diketahui sebagai penerima KIP-K.
Kasus ini memicu kecaman publik, mengingat program tersebut seharusnya membantu mahasiswa yang benar-benar membutuhkan.
Setelah menuai kritik tajam, mahasiswi tersebut akhirnya mundur dari program dan memberikan klarifikasi melalui akun pribadinya.
Kasus ini menjadi gambaran nyata bagaimana celah dalam sistem dapat disalahgunakan.
Ketidaktepatan sasaran ini tidak hanya merugikan pemerintah, tetapi juga mengurangi kesempatan bagi mahasiswa yang benar-benar memerlukan bantuan untuk melanjutkan pendidikan.
Harapan Akan Perbaikan Sistem
Pemerintah diharapkan dapat mengambil langkah konkret untuk memperbaiki sistem penerimaan KIP-K.
Salah satu solusinya adalah meningkatkan verifikasi melalui survei langsung terhadap kondisi ekonomi calon penerima.
Alternatif lainnya adalah menggunakan teknologi berbasis data untuk memverifikasi kelayakan penerima, sehingga tidak hanya mengandalkan pendaftaran online tanpa pengawasan lebih lanjut.
Selain itu, evaluasi menyeluruh terhadap mekanisme pengelolaan data penerima perlu dilakukan.
Kolaborasi antara instansi pemerintah seperti Kementerian Pendidikan, Kementerian Sosial, dan pemerintah daerah juga dapat menjadi kunci dalam memastikan data penerima lebih akurat dan valid.
Menuju Ketepatan Sasaran
KIP-K adalah langkah strategis untuk mendorong pemerataan pendidikan tinggi di Indonesia.
Namun, untuk memastikan program ini mencapai tujuannya, perbaikan sistem harus menjadi prioritas.
Dengan mekanisme yang lebih ketat, transparan, dan berbasis data, program ini diharapkan dapat benar-benar menjadi jembatan bagi mahasiswa dari keluarga kurang mampu untuk menggapai masa depan yang lebih baik. (Apik kk)