Bahaya Kesehatan Akibat Konsumsi Daging Anjing: Fakta dan Penelitian Terbaru

by -2134 Views
Bahaya Makan Daging Anjing

Jakarta, TERBITINDO.COM – Daging anjing masih menjadi makanan yang dikonsumsi di beberapa daerah di Indonesia, terutama karena tradisi dan budaya setempat.

Namun, berbagai penelitian menunjukkan bahwa konsumsi daging anjing dapat membawa risiko kesehatan serius.

Bahaya ini bukan hanya mengancam individu yang mengonsumsinya, tetapi juga masyarakat secara keseluruhan melalui potensi penyebaran penyakit.

Risiko Kesehatan yang Terkait dengan Konsumsi Daging Anjing

  1. Penyebaran Rabies
    Daging anjing sering kali berasal dari hewan yang tidak diperiksa kesehatannya. Menurut laporan World Health Organization (WHO), daging anjing yang terkontaminasi dapat menjadi media penyebaran virus rabies. Rabies adalah penyakit yang hampir selalu berakibat fatal jika tidak ditangani segera setelah infeksi.

Studi oleh Centers for Disease Control and Prevention (CDC) juga menemukan bahwa penanganan daging anjing yang terinfeksi rabies dapat menularkan virus melalui luka terbuka atau kontak dengan cairan tubuh hewan.

  1. Risiko Infeksi Parasit
    Daging anjing mentah atau tidak dimasak dengan baik sering kali mengandung parasit seperti Toxocara canis dan Echinococcus granulosus. Parasit ini dapat menyebabkan penyakit serius, seperti toksokariasis yang menyerang hati, paru-paru, dan otak. Penelitian yang diterbitkan di Journal of Parasitology menyebutkan bahwa konsumsi daging anjing dapat menjadi salah satu sumber utama penularan parasit tersebut di Asia Tenggara.
  2. Bakteri Berbahaya
    Proses pemotongan dan penyimpanan daging anjing sering kali tidak memenuhi standar kebersihan. Akibatnya, daging tersebut sering terkontaminasi bakteri seperti Salmonella dan Escherichia coli (E. coli). Kedua bakteri ini dapat menyebabkan diare berat, keracunan makanan, hingga komplikasi serius seperti infeksi sistemik.

Sebuah studi oleh Foodborne Pathogens and Disease Journal mencatat bahwa tingkat kontaminasi bakteri pada daging anjing jauh lebih tinggi dibandingkan daging dari hewan lain yang melalui pengawasan ketat.

  1. Penyakit Zoonosis Lainnya
    Selain rabies, konsumsi daging anjing juga dapat menjadi jalur penyebaran penyakit zoonosis lain seperti leptospirosis dan brucellosis. WHO menegaskan bahwa konsumsi daging dari hewan yang tidak melalui pemeriksaan kesehatan adalah faktor risiko utama munculnya wabah penyakit pada manusia.

Bukti Data dan Kasus di Indonesia

Menurut data dari Yayasan Animal Friends Jogja (AFJ), sekitar 7% kasus rabies di Indonesia terkait dengan konsumsi daging anjing. Data ini diperkuat oleh laporan WHO, yang mencatat bahwa Indonesia adalah salah satu negara dengan jumlah kasus rabies tertinggi di Asia, sebagian besar disebabkan oleh kontak dengan anjing yang tidak tervaksinasi.

Kasus keracunan makanan akibat konsumsi daging anjing juga pernah dilaporkan di Sulawesi Utara pada tahun 2021, di mana 15 orang dirawat di rumah sakit setelah mengalami gejala keracunan seperti mual, muntah, dan diare. Investigasi menunjukkan bahwa daging anjing yang mereka konsumsi terkontaminasi bakteri Salmonella.

Perspektif Kesehatan dan Etika

Banyak organisasi kesehatan, termasuk WHO dan Food and Agriculture Organization (FAO), menyarankan untuk menghentikan konsumsi daging anjing. Selain risiko kesehatan, isu ini juga membawa dimensi etika terkait perlakuan terhadap hewan dan potensi penyiksaan selama proses pemotongan.

Di beberapa negara seperti Korea Selatan, konsumsi daging anjing mulai berkurang karena meningkatnya kesadaran akan bahaya kesehatan dan perubahan norma sosial. Indonesia, meskipun memiliki tantangan dalam menghentikan tradisi ini, juga menunjukkan tanda-tanda perubahan, terutama di kalangan generasi muda.

Upaya Mengurangi Risiko

  1. Edukasi Masyarakat
    Pemerintah dan lembaga swadaya masyarakat harus aktif memberikan edukasi tentang risiko kesehatan yang terkait dengan konsumsi daging anjing. Program kampanye seperti yang dilakukan di Bali berhasil menurunkan konsumsi daging anjing hingga 30% dalam tiga tahun terakhir.
  2. Regulasi yang Lebih Ketat
    Meski beberapa daerah sudah melarang perdagangan daging anjing, pelaksanaannya masih kurang efektif. Pemerintah perlu memperketat pengawasan dan penegakan hukum terhadap perdagangan daging anjing ilegal.
  3. Alternatif Pangan
    Mendorong konsumsi protein dari sumber lain seperti ikan, ayam, atau kacang-kacangan dapat menjadi solusi. Selain lebih aman, pilihan ini juga lebih ramah lingkungan dan berkelanjutan.

Konsumsi daging anjing bukan hanya soal tradisi, tetapi juga menyangkut kesehatan masyarakat.

Dengan banyaknya bukti ilmiah tentang risiko kesehatan, masyarakat sebaiknya mempertimbangkan untuk menghindari konsumsi daging anjing.