Jakarta, TERBITINDO.COM – Presiden Prabowo Subianto berencana menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) untuk menghapus utang para petani dan nelayan.
Kebijakan ini menyasar sekitar 6 juta nasabah, dengan harapan bisa meringankan beban mereka.
Namun, langkah tersebut juga menimbulkan kekhawatiran akan potensi risiko keuangan dan stabilitas ekonomi.
Dampak Ekonomi dan Peluang bagi UMKM
Josua Pardede, ekonom Bank Permata, menyebutkan bahwa penghapusan utang ini dapat memberikan dampak positif pada sektor ekonomi.
Menurutnya, kebijakan ini bisa meningkatkan likuiditas dan mendorong daya beli petani, nelayan, serta pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
“Dengan terbebasnya mereka dari beban utang, modal bisa dialokasikan untuk investasi atau pengembangan usaha,” ujar Josua, pada Jumat (25/10/2024).
Kebijakan tersebut juga berpotensi memperkuat ekonomi lokal, terutama di sektor padat karya seperti pertanian dan perikanan.
Josua menilai bahwa dengan adanya penghapusan utang, pelaku usaha lebih percaya diri dalam mengembangkan bisnisnya.
Dalam jangka panjang, ini diharapkan dapat memperkuat ketahanan ekonomi daerah.
Risiko Moral Hazard dan Tantangan Kredit
Namun, kebijakan ini tidak lepas dari risiko. Josua memperingatkan adanya potensi moral hazard—situasi di mana pelaku usaha merasa tidak perlu bertanggung jawab sepenuhnya atas pengelolaan keuangan karena menganggap utang bisa dihapus di masa mendatang.
Hal ini bisa mengurangi kedisiplinan dalam pembayaran kredit dan mengganggu stabilitas sektor perbankan.
“Stabilitas kredit di masa mendatang bisa terancam jika pelaku usaha berasumsi bahwa penghapusan utang akan menjadi kebijakan yang berulang,” kata Josua.
Bank-bank perlu berhati-hati agar langkah ini tidak melemahkan tata kelola keuangan di kalangan nasabah.
Potensi bagi Bank: Akses Pembiayaan Baru
Di sisi lain, dengan restrukturisasi utang ini, bank justru dapat melihat peluang untuk kembali menyalurkan kredit kepada UMKM.
Pelaku usaha yang terbebas dari utang sebelumnya bisa menjadi target potensial bagi program Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan pinjaman investasi.
“Bank memiliki insentif untuk menawarkan produk pinjaman baru kepada nasabah yang sudah direstrukturisasi,” tambah Josua.
Meski demikian, pemberian kredit baru harus disertai dengan evaluasi risiko. Tidak semua UMKM yang mendapat penghapusan utang memiliki kinerja finansial yang baik di masa lalu.
Bank harus memperhatikan riwayat keuangan nasabah agar tidak menimbulkan masalah kredit di kemudian hari.
Literasi Keuangan: Langkah Esensial
Josua menegaskan pentingnya peningkatan literasi keuangan bagi pelaku usaha.
Agar manfaat kebijakan penghapusan utang ini bisa berkelanjutan, pendampingan terhadap petani, nelayan, dan UMKM perlu diperkuat.
“Mereka harus dibekali dengan kemampuan mengelola keuangan yang baik agar kebijakan ini tidak menjadi solusi sementara,” jelas Josua.
Pemerintah juga diharapkan memberikan pelatihan dan akses informasi terkait manajemen usaha agar pelaku UMKM dapat memanfaatkan pinjaman baru secara bertanggung jawab.
Langkah ini sejalan dengan semangat dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2008 tentang UMKM, yang menekankan pentingnya pemberdayaan dan pengembangan usaha kecil melalui akses keuangan yang inklusif.
Apa Dampaknya bagi Masa Depan Ekonomi?
Kebijakan Prabowo ini membuka peluang bagi banyak pelaku usaha untuk bangkit dari keterpurukan.
Namun, di sisi lain, risiko ketidakdisiplinan dan kestabilan kredit harus diantisipasi dengan manajemen risiko yang ketat.
Bank dan pemerintah juga harus bekerja sama agar kebijakan ini tidak justru menghambat sektor keuangan di masa mendatang. (Fransiskus J.)