Gersik,TERBITINDO.COM – Ratusan warga, mayoritas ibu-ibu, berkumpul di Balai Desa Roomo, Kecamatan Manyar, Kabupaten Gresik, pada Rabu, (18 /09/2024)
Mereka turun ke jalan bukan tanpa alasan. Kekecewaan mereka terkait distribusi beras bantuan sosial (bansos) yang diterima dalam kondisi kurang layak, bahkan mengecewakan.
Mereka menyampaikan protes dengan membawa contoh beras yang rusak dan berkutu.
Kondisi beras yang diterima para penerima manfaat program bansos menjadi titik utama kekesalan warga.
Tidak hanya kualitasnya yang buruk—beras berkutu dan berbau apek—kuantitasnya juga menurun dari yang dijanjikan.
Sebagaimana diketahui, dalam program bantuan sosial seperti Program Keluarga Harapan (PKH) atau bantuan pangan lainnya, setiap keluarga penerima manfaat (KPM) biasanya mendapatkan jatah beras sebanyak 10 kilogram per bulan.
Namun, warga menyebutkan, beras yang mereka terima hanya sekitar 8 hingga 9 kilogram.
Protes ini juga memunculkan tuntutan lain: transparansi. Warga mendesak agar pihak pemerintah desa dan kecamatan bersikap lebih terbuka dalam proses distribusi bantuan.
Dalam banyak kasus, ketidakjelasan distribusi bantuan seperti ini sering kali mengarah pada penyalahgunaan kewenangan atau distribusi yang tidak tepat sasaran.
Warga merasa bahwa kualitas dan kuantitas bantuan yang diterima tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Perihal distribusi bantuan sosial sebenarnya diatur secara jelas dalam berbagai peraturan. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2011 tentang Penanganan Fakir Miskin, Pasal 25, menyatakan bahwa “Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib memberikan bantuan sosial berupa kebutuhan pokok yang layak bagi fakir miskin.”
Ini berarti, pemerintah daerah, termasuk pihak kecamatan dan desa, bertanggung jawab memastikan bahwa bantuan yang disalurkan kepada masyarakat adalah bantuan yang berkualitas dan layak konsumsi.
Lebih lanjut, Peraturan Menteri Sosial (Permensos) Nomor 5 Tahun 2019 tentang Penyaluran Bantuan Pangan Non-Tunai (BPNT) juga mengatur bahwa bantuan yang diberikan kepada penerima manfaat harus memenuhi standar kualitas yang telah ditetapkan.
Beras yang disalurkan seharusnya dalam kondisi layak konsumsi, bebas dari hama, dan dengan berat yang sesuai.
Merespons tuntutan warga, Camat Manyar bersama Kapolsek setempat akhirnya turun tangan. Mereka segera menggelar mediasi dengan para pengunjuk rasa, mencoba mencari jalan tengah dalam permasalahan ini.
Sebagai langkah awal, pihak kecamatan berjanji akan melakukan pemeriksaan lebih lanjut terhadap kualitas beras yang didistribusikan.
Tidak hanya itu, pihak inspektorat juga dihadirkan untuk melakukan audit terhadap proses distribusi bantuan.
Pemeriksaan ini sangat penting untuk mengetahui apakah ada kesalahan teknis dalam proses distribusi atau justru ada indikasi penyimpangan.
Jika ditemukan adanya penyalahgunaan wewenang atau ketidaksesuaian dalam penyaluran bantuan, langkah hukum sesuai peraturan yang berlaku dapat diambil.
Protes ini bukan hanya soal beras yang kurang layak atau berat yang menciut. Di balik itu, ada perasaan ketidakadilan yang dirasakan oleh warga penerima bantuan.
Bagi banyak keluarga miskin, bansos adalah sumber kehidupan penting yang sangat diandalkan untuk bertahan hidup sehari-hari.
Saat bantuan yang seharusnya menjadi penopang hidup justru mengecewakan, wajar bila muncul kekecewaan dan tuntutan agar distribusi lebih transparan.
Kasus seperti ini menyoroti pentingnya pengawasan dalam program distribusi bantuan sosial. Tidak jarang terjadi kasus di mana bantuan yang diberikan kepada warga miskin tidak sesuai dengan standar.
Hal ini mencerminkan perlunya perbaikan sistem dari hulu ke hilir, mulai dari pengadaan barang, distribusi, hingga mekanisme pengawasan.
Program bansos yang efektif seharusnya tidak hanya fokus pada pemberian bantuan, tetapi juga memastikan bahwa setiap bantuan yang diberikan berkualitas dan tepat sasaran.
Penerapan sistem pengawasan yang lebih ketat, termasuk dengan melibatkan masyarakat dalam proses pemantauan, bisa menjadi solusi jangka panjang untuk mencegah masalah serupa terulang.
Masyarakat pun memiliki peran penting dalam memastikan bantuan sosial yang diterima tepat sasaran dan sesuai dengan kebutuhan.
Dengan adanya kesadaran kolektif seperti yang diperlihatkan oleh warga Kecamatan Manyar, pemerintah diharapkan semakin terdorong untuk melakukan evaluasi dan perbaikan dalam sistem distribusi bantuan.
Protes yang dilakukan oleh emak-emak ini juga menjadi simbol penting bahwa masyarakat harus berani menyuarakan ketidakadilan, terutama dalam hal yang menyangkut kebutuhan pokok mereka.
Dengan terjalinnya komunikasi yang baik antara masyarakat dan pemerintah, diharapkan kualitas bantuan sosial ke depan dapat semakin membaik.(dj)