Ruteng,TERBITINDO.COM – Seorang wanita hebat. Tubuhnya berbedakan debu liar. Kaos pink yang dilapisi jaket berbahan katun, celana kuning dengan motif beragam membaluti tubuhnya yang tampak lelah. Sendal karet berwarna pink ia gunakan untuk menapaki jalanan penuh rupiah pada, Selasa 11 April 20223 pukul 09.56.
Wanita setengah bayah berasal dari kelurahan Waso, kecamatan Langke Rembong. Ia menetap di kampung Dalo, tempat sang suami berasal.
Hujan gerimis tidak memadamkan semangat ibu yang bernama lengkap Yustina Mumut . Ia tampak tegar. Sesekali senyum terpancar dari wajahnya.
Ia menawarkan dagangannya dengan ramah kepada setiap pembeli. Keranjang biru yang selalu digendong Yus menjadi saksi bisu perjalanan dan perjuangannya sejak 2018 silam.
Walaupun berat beban yang ia pikul, ia berusah bertahan menghadapi situasi ini. Keranjang jualannya ia pikul dari tempat satu ke tempat yang lain demi meraup rupiah.
Sesekali Yus melepaskan gendongan keranjang biru berisikan bermacam jualan, karena hujan. Langkah kakinya terhenti di emperen toko. Sinar matanya memancarkan kegelisahan pada sang pencipta.
Ia memandang teman pedagang lain yang dikerumunj pembeli dibandingkan jualan miliknya. Ia terus mengatur dagangannya dan menawarkan kepada pembeli dengan tawaran manisnya.
“Enu, toe weli ite? Kaeng ce koen di, cait reme usang.” (Nona, tidak beli? Singgah sedikit, apalagi masih hujan),” ujar Yus lembut kepada pembeli.
Walaupun tidak dihiraukan para pembeli, ia selalu menampilkan senyum ramahnya. Ia tidak merasa terganggu. Ia tidak mengeluh. Ia terus menawarkan barang jualannya kepada pembeli.
Sungguh luar biasa perjuangannya, hujan tidak dihiraukan, panas matahari yang membakar dirinya dan menggosongkan kulitnya tidak ia pedulikan. Bola matanya tampak sayu seakan menyimpan berbagai macam air kebahagiaan dan kesedihan.
Ia melangkahkan kaki lagi. Yus menyusuri tempat satu ke tempat yang lain sambil membawa keranjang biru. Dengan usia yang sudah tidak muda lagi yakni 60 tahun, ia masih mampu membawa jualannya yang berat. Ia menawarkan ke orang-orang demi menghasilkan recehan demi recehen.
Keuntungan dari jualannya ia gunakan untuk menyekolahkan anak-anaknya, uang arisan, dan segala kebutuhan keluarga kecilnya. Perjuangan mendapat dukungan sang suami.
Sang suami yang berprofesi sebagai membantunya dengan tekun bekerja di ladang. Walaupun hasilnya tidak seberapa.
Berkat kerja kerasnya, Hasil j Yus berhasil menyekolahkan salah satu anaknya di salah satu perguruan tinggi di Malang yang tidak disebutkan namanya. Saat ini anaknya sudah bekerja di Lembor, dan anak-anak yang lain juga sudah bekerja.
Walaupun anak-anaknya sudah bekerja, ia tetap semangat menjalani pekerjaanya sebagai penjual asongan.
“Bo du toe di covid danong, rame ketas ata weli, tetapi setelah covid ga ce koe kanang ata weli.” (Dulu sebelum covid banyak yang beli, tetapi setelah covid tidak terlalu rame) ujarnya dengan raut wajah pasrah. Banyak untuk dan rugi yang ibu Yus rasakan selama ini. Saya jual ini karena ada untung, kalo tidak ada untungnya saya tidak jual. “selama ho”o paling ata rugi daku ga, ata sot bon kat, tetapi toe bayar, poli kat adong lise kut bayar, kali toe ma bayar, tetapi co moles ga, anggap kat buang sial kat situ ga.” (Selama ini yang buat saya rugi adalah ketika orang ambil jualannya dengan sistim kredit. Mereka tidak bayar lagi, hanya janji saja akan bayar, tetapi tidak bayar-bayar, hanya mau bagaimana lagi sudah, anggap saja itu buang sial),” ujarnya sedikit kesal.
Saya salut dengan ibu satu ini, walaupun ditipu berkali-kali, ia tetap merasa bersyukur dalam segala situasi.
Penghasilan yang tidak menentu setiap harinya. Barang jualannya yang tidak terjual dibawah pulang ke Dalo. Walaupun sedih, tetapi ia tetap bersyukur.
Keramahan Yus menjadi modal yang kuat yang tidak disadari sebagai daya tarik yang ia miliki.
Yus juga bercerita jika keluarga kecilnya juga tidak pernah mendapatkan bantuan apa pun dari pemerintah. Selama ia berjualan sering kali di tangkap SAT POL PP. Barang jualannya diambil semua, menyisahkan keranjang biru.
“ami enu, sering keta apa le POL PP, tida keta haer acu sot one salang, tetapi kong kat lami, co mole ga ta enu, ina no mai kali penghasilan, eme toe le ho’o toe nganceng sekolah ise anak, tutup koe iwor raung.” (kami nona, sering sekali kena marah dari POL PP, maki seperti anjing di jalan, tetapi kami biarkan saja, mau bagaimana lagi sudah, hanya dari ini saja penghasilannya kami, kalo tidak dari ini, saya tidak bisa kasih sekolah anak, dan bayar utang),” ungkapnya dengan penuh kelembutan.
“Enu, harus kuat mental co kat model keadaan, neka ritak, tabah dalam segala hal, agu asi gengsi.” (Nona, harus kuat mental dalam segala situasi atau kondisi, jangan malu, harus tabah dalam segala hal, dan jangan gengsi),” pesan Yus.
Kata-kata ini yang membuat saya tersadar, bahwa usia tidak menghalangi kita untuk terus berkarya, terus semangat untuk meraup rejeki, walaupun penuh perjuangan, keletihan, dan penderitaan. Kita hanya bisa berserah semuanya kepada Tuhan.
Hidup kita memang mempunyai jalannya masing-masing. Bagi semua orang di luar sana yang mempunyai kisah inspirasi seperti kisah ibu Yustina Mumut, tetaplah kerja, jangan putus asa. Di setiap keringat yang keluar, ada sejuta harapan dan kasih yang menanti.
Sisilia Gulfani Putri