Jakarta,TERBITINDO.COM – Wacana penyesuaian tarif pembayaran iuran JKN (BPJS Kesehatan) berdasarkan besaran gaji perlu mendapatkan perhatian publik. Kita tahu, pada waktu yang relatif bersamaan, berlangsung juga rencana peleburan kelas rawat inap yang akan diganti dengan kelas standar.
Menanggapi hal itu, anggota Ombudsman RI, Robert Na Endi Jaweng, menegaskan bahwa “kebijakan terkait besaran iuran dan kelas perawatan tersebut seharusnya dijelaskan terbuka, bahkan terlebih dulu melibatkan partisipasi publik sebagai stakeholders utama BPJS”, jelas Robert Selasa, (14/6/2022).
Pasal 30 PP Nomor 64 Tahun 2020 Tentang Jaminan Kesehatan sebenarnya telah mengatur besaran (nominal) yang harus dibayarkan peserta BPJS. Iuran bagi masyarakat yang berkategori Pekerja Penerima Upah (PPU) besarannya dilakukan penyesuaian berdasar jumlah gaji yang diterima. Di dalamnya terdapat kewajiban pihak Pemberi Kerja mellui penyertaan iuran (sebesar 5% dari gaji di mana 4% dibayar Pemberi Kerja dan 1% dibayar Peserta).
Jika melihat skema pembayaran di atas, sebenarnya nominal pembayaran iuran program JKN sudah disesuaikan dengan besaran gaji yang diterima. Jadi, “wacana penyesuaian besaran iuran JKN seturut jumlah gaji menjadi tidak relevan karena sudah diberlakukan dan selama ini berjalan baik-baik saja, terutama iuran kepesertaan dari PPU”, demikian Robert menerangkan.
Selanjutnya, bagi peserta BPU (Bukan Penerima Upah) dan BP (Bukan Pekerja) atau peserta mandiri, nominal besaran iuran disesuaikan dengan kelas perawatan yang dipilih masing-masing peserta. Dari sisi manfaat, klaim hak bagi setiap peserta adalah sama, namun dibedakan pada masing-masing kelas berdasarkan kelas perawatan atau ruang rawat inap.
Bagi peserta dari unsur masyarakat yang berkategori PBI (Penerima Bantuan Iuran) pun diatur nominal iuran yang dibayarkan menurut skema bantuan dari pemerintah (merujuk Data Terpadu Kesejahteraan Sosial/DTKS). Iuran bagi peserta sebesar Rp 42 ribu per orang/bulan dengan manfaat kelas perawatan yang diterima adalah sama dengan kelas III bagi peserta BPU dan BP.
Lebih lanjut, Robert menjelaskan bahwa sebenarnya besaran iuran telah diatur dan bagi PPU nominalnya telah disesuaikan dengan jumlah gaji yang diperoleh oleh masing-masing peserta. Namun untuk peserta dengan kategori BPU, BP, dan PBI nominal iuran ditentukan berdasarkan kelas perawatan yang diterima oleh peserta. “Hal ini sudah mencerminkan kesesuaian besaran iuran dengan unsur gaji dan pelayanan manfaat BPJS Kesehatan”, tegas anggota Ombudsman yang membidangi maslaah jaminan sosial ini.
Pada sisi lain, Robert meminta agar BPJS Kesehatan dan Kementerian Kesehatan menyiapkan mekanisme pelayanan terpadu lantaran pelayanan administratif oleh BPJS Kesehatan erat terkait pelayanan pada Fasilitas Pelayanan Kesehatan (Fasyankes: Puskesmas, Klinik, Rumah Sakit).
Robert mengakui, di lapangan masih saja terjadi maladministrasi pelayanan publik, berupa tidak diberikannya leyanan dan diskriminasi perlakukan yang diterima peserta BPJS Kesehatan. “Ombudsman menerima aneka pengaduan berupa perbedaan layanan antara pasien BPJS dengan Non-BPJS (biaya mandiri dan asuransi), ketimpangan yang dirasakan sejak dimulainya pelayanan pada proses antrian, rujukan dan seterusnya”, kata Robert.
Ke depan, prinsip gotong royong dalam pelaksanaan jaminan sosial harus makin memperhatikan prinsip keadilan: perlakuan yang adil dan akses keadilan layanan. Jangan menciderai keadilan sosial. Besaran iuran BPJS selama ini sudah diatur dan berlaku berdasarkan besaran jumlah gaji. Lalu, rencana peleburan kelas perawatan jangan memunculkan kesan bahwa standardisasi pelayanan membuat peniadaan kelas I, II dan II berubah menjadi kelas rawat inap standar (KRIS). Standardisasi pelayanan tersebut dapat berlaku secara umum terhadap pelayanan kesehatan, suatu bukti pemenuhan prinsip kepesertaan BPJS sebagai hak sekaligus kewajiban bagi setiap warga negara.
Ombudsman kembali meminta BPJS Kesehatan dan Kemenkes fokus kepada penataan layanan prima dan berkeadilan.
“Terus kurangi kesenjangan layanan antarpeserta, perbaiki mutu layanan administratif dan rujukan terpadu, perkuat kapasitas SDM dan organisasi kerja guna mendukung perbaikan kualitas layanan dan keselamatan warga”, pinta Robert. Selain itu, pengelola BPJS terus berkolaborasi dengan unsur pemerintah untuk mewujudkan skema dan skenario bagi warga yang belum menjadi peserta JKN untuk dibuat perencanaan akuisisi kepesertaan menjadi peserta JKN/BPJS Kesehatan.
Akhirnya, Robert menekan lagi bahwa wacana penyesuaian iuran berdasarkan gaji adalah hal yang sudah berlaku bagi PPU, tak perlu berulang yang hanya menciderai keadilan bagi rakyat. Sedangkan selain PPU (BPU dan BP) yang memang tidak memiliki besaran gaji, iuran tentu tidak dapat disesuaikan dengan jumlah gaji per bulan.
Jika segment BPU dan BP yang hendak disasar lewat penyesuaian besaran iuran, jalan terbaiknya adalah menghadirkan jaminan atas perbaikan mutu layanan bagi peserta BPJS Kesehatan. Hal ini guna mengantisipasi berlakunya peleburan kelas rawat yang akan segera diberlakukan.
Redaksi