Tahun Politik 2024, Butuh Banyak Logistik, Bagaimana Persiapan Politisi?

by -9550 Views

Mataram,TERBITINDO.COM – Tahun politik 2024 akan jadi tahun yang berat bagi para pelaku politik. Bagaiman tidak, dalam satu tahun ada dua agenda besar pemilihan akan membuat kantong para politisi bolong. Pemilihan Umum (Pemilu) dan Pilkada Serentak.

“Dampaknya tidak hanya ke penyelenggara tetapi juga ke peserta pemilu,” kata Agus, mantan komisioner KPU NTB, Selasa, (19/4/202).

Menurut dia, ada banyak dampak ketika skema penyertaan Pemilu dan Pilkada serentak nasional di tahun yang sama. “Karena tahapan hari pemungutan suara atau polling day untuk Pemilu Februari 2024 dan Pilkada bulan November 2024 maka tahapan Pemilu dan Pilkada ini akan beriringan,” jelasnya.

Kerumitan ini bahkan jauh-jauh hari telah diisyaratkan melalui pernyataan-pernyataan pribadi komisioner baik di KPU ataupun Bawaslu. Terutama yakni terkait beban kerja persiapan penyelenggaraan yang diprediksi akan ada yang beririsan.

“Tentu akan menambah berat beban kerja LPP. Apabila beban kerja yang bertambah berat ini tidak dikelola dengan baik bisa berdampak pada banyak ikutan,” jelasnya.

Ia mencontohkan, kualitas layanan Pemilu dan Pilkada yang berpeluang tidak maksimal. Hingga kekhawatiran banyaknya korban jiwa seperti pemilu 2019 terulang.

“Sedangkan bagi peserta pemilu dengan skema penyertaan ini elite politik akan membuat pilihan dengan hitung-hitungan yang berat,” ulasnya.

Sejumlah partai misalnya mengharuskan kader potensialnya untuk tampil di Pemilu 2024 terlebih dahulu, sebelum bersiap-siap tarung di Pilkada Serentak 2024.

Ia mengatakan strategi ini disebut akan tetap membuka peluang partai meraih perolehan kursi signifikan di legislatif. Hanya saja risikonya tentu butuh logistik yang besar bagi figur yang tampil.

“Antara mau jadi anggota DPRD atau jadi Kepala Daerah. Ketika sudah memilih jadi calon anggota DPRD walaupun terpilih akan berat sekali untuk maju sebagai calon Kepala Daerah karena biaya politik baik untuk DPRD maupun Kepala Daerah sama-sama besar,” jelasnya.

Belum lagi katanya, para pelaku politik akan dihadapkan pada kondisi masyakat yang jenuh dengan hiruk-pikuk pesta demokrasi. Yang pada akhirnya dapat berakibat kejenuhan masyakat mendatangi Tempat Pemungutan Suara (TPS).

Faktor kejenuhan masyakat mendatangi TPS tentu dapat merugikan para politisi yang mengharap dukungan publik sebesar-besarnya.

“Sehingga menjadi beban para politisi juga bagaimana agar para pemilih mau datang ke TPS di tengah animo masyakat yang turun,” terangnya.

Partisipasi rendah pemilih ini juga telah ‘diramal’ Bawaslu jauh-jauh hari. Bagaimanapun, legitimasi pemimpin yang terpilih diukur dari perolehan suara yang diraihnya.

Sehingga semakin banyak masyakat yang terlibat dalam pemilihan, semakin mendekati atau mencerminkan keinginan rakyat.

“Persoalan lainnya yang muncul, ada satu wilayah atau tempat yang warganya banyak yang tidak mau terdata sebagai pemilih,” ungkapnya.

Pemilu 2019 soal ini muncul dan berpeluang terulang di pemilu 2024 hingga Pilkada Serentak 2024. Sehingga mulai saat ini harus diantisipasi dan dicarikan solusi agar keterlibatan pemilih dapat lebih baik lagi.

“Harus diingat sebagai warga negara, keputusan yang kita ambil berdampak bagi masa depan bangsa. Karena siapapun pemimpin yang terpilih akan berimplikasi terhadap kebijakan,” tutupnya.

Edwin Gerison